Halitu karena Ilmu merupakan cahaya yang Allah Ta'ala tanamkan di dalam hati manusia, sedangkan dosa dan kemaksiatan itu akan memadamkan cahaya tersebut. Lihatlah betapa banyak ilmu-ilmu yang telah kita pelajari, namun kemudian lenyap begitu saja ke dalam lembah kegelapan karena disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan.
Tidakada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah Sunan Ibnu Majah Kitab Jihad. kecuali apabila diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka tidak ada kata mendengar dan taat. Nadzar dalam maksiat Sunan Ibnu Majah Kitab Kafarah. wasallam bersabda: "Tidak ada nadzar dalam bermaksiat, dan tidak ada nadzar dalam perkara yang anak Adam tidak mampu
Maksiat Sebab Terhalangnya Ilmu. Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu, mendorong pemeluknya untuk menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, dan sangat menghormati para guru. ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin
Apakata ulama tentang maksiat. Jika manusia seperti kita ini mungkin perbuatan maksiat kepada Allah itu masih suka di lakukan baik yang kadarnya besar maupun kadarnya kecil .Tetapi Allah Subhanahu wa ta'ala dapat mengampuni semua perbuatan Maksiat ini jika hambanya mau bertobat kepadanya.Yang berbahaya itu ketika Manusia sedang berbuat
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan. Kebaikan dan keburukan, kuat dan lemah, menang dan kalah, panjang dan pendek, ketaatan dan kemaksiatan, dan seterusnya. Manusia tidak ada yang dapat melepaskan diri dari maksiat tidak selalu diidentikkan dengan tindakan yang melanggar asusila. Maksiat sendiri berasal dari bahasa Arab, معصية asal katanya عصى يعصي yang maknanya menentang, mendurhakai, melanggar, dan membangkang. Artinya jika kita durhaka kepada Allah dengan melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan-Nya maka otomatis kita telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ berfirman dalam Surat an-Nisa ayat 14وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” QS an-Nisa14Ayat di atas mencantumkan redaksi efek dari perbuatan durhaka atau maksiat kepada Allah yang berupa kekekalan di dalam neraka. Bentuk hukuman yang berat menunjukan suatu larangan yang wajib hari seorang sahabat yang bernama Wabishah mendatangi Rasulullah untuk bertanya apa yang dimaksud kebaikan dan apa yang dimaksud dengan keburukan. Rasulullah mengatakan kepada Wabishahيَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ“Wahai Wabishah, mintalah petunjuk dari jiwamu. Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menenteramkan hati dan jiwa. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun manusia membenarkanmu dan manusia memberimu fatwa membenarkan.” Musnad AhmadSetiap larangan memiliki konsekuensi atau akibat yang akan ditanggung oleh pelakunya, begitu pun kemaksiatan. Imam al-Hârits al-Muhâsibi memperingati kita dalam kitabnya, Risalah al-Mustarsyidînوَاعْلَمْ يَا أَخِي أَنَّ الذُّنُوْبَ تُوْرِثُ الْغَفْلَةَ وَالْغَفْلَةُ تُوْرِثُ الْقَسْوَةَ وَالْقَسْوَةُ تُوْرِثُ الْبُعْدَ مِنَ اللهِ وَالْبُعْدُ مِنَ اللهِ يُوْرِثُ النَّارَ وَإِنَمَا يَتَفَكَّرُ فِي هَذِهِ الأَحْيَاءُ وَأَمَّا الأَمْوَاتُ فَقَد أمَاتَوْا أَنْفُسَهُمْ بِحُبِّ الدُّنْيَا“Ketauhiilah wahai saudaraku, bahwa dosa-dosa mengakibatkan kelalaian, dan kelalaian mengakibatkan keras hati, dan keras hati mengakibatkan jauhnya diri dari Allah, dan jauh dari Allah mengakibatkan siksaan di neraka. Hanya saja yang memikirkan ini adalah orang-orang yang hidup, adapun orang-orang yang telah mati, sungguh mereka telah mematikan diri mereka dengan mencintai dunia.” Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 154-155Syekh Abdul Fattah Abu Guddah meringkas akibat-akibat dari maksiat dan dosa dari kitab al-Jawâb al-Kâfi liman Sa`ala an ad-Dawâ asy-SyâfiDi antara akibat melakukan kemaksiatan adalah terhalangnya ia dari ilmu dan rezeki; timbul perilaku menyimpang antara dirinya dengan Allah, dan dirinya dengan orang lain; mempersulit urusan-urusannya; gelapnya hati, wajah, dan kuburan; lalainya hati dan badan, terhalangnya dari ketaatan, sia-sianya umur, menumbuhkan kemaksiatan sejenisnya, melemahkan keinginannya untuk taat pada Allah subhanahu wata’ menjadi sebab hinanya ia di sisi Allah, merugikan orang-orang sekitarnya dan juga hewan-hewan, mewariskan kehinaan, merusak hati, mengunci mati hati pelakunya, memasukkan pelakunya kepada golongan yang akan dilaknat Rasulullah, dikeluarkannya ia dari golongan yang mendapat doa dari Rasul dan malaikat bagi orang yang bertakwa Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 158Di atas adalah beberapa akibat dari perilaku maksiat. Selain itu masih banyak akibat-akibat yang tidak disebutkan di sini. Cukuplah akibat-akibat di atas menjadi pengingat bagi kita agar kita lebih berhati-hati. Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi berkata dalam kitabnya Shayd al-Khâthir, “Tidaklah merasakan kenikmatan maksiat melainkan orang yang selalu lalai, adapun orang mukmin yang sadar, maka sesungguhnya ia tidak merasakan kenikmatan dari maksiat, karena ilmunya akan menghentikan perbuatan tersebut bahwa perilaku maksiat adalah haram. Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, hal. 158Syekh Mushtofa as-Sibâ’i memberikan tips untuk menghindar dari maksiat dalam kitabnya Hâkadzâ Allamtanî al-Hayâtإذا همّت نفسك بالمعصية فذكرها بالله، فإذا لم ترجع فذكرها بأخلاق الرجال، فإذا لم ترجع فذكرها بالفضيحة إذا علم بها الناس، فإذا لم ترجع فاعلم أنك تلك الساعة قد انقلبت إلى حيوان.“Apabila dirimu tergerak melakukan maksiat maka ingatlah Allah. Apabila rasa itu belum hilang juga maka ingatlah akhlak seseorang yang mulia. Apabila belum hilang juga maka ingatlah dengan terungkapnya maksiat tersebut apabila orang-orang mengetahuinya, apabila belum hilang juga maka ketahuilah saat itu juga engkau telah berubah menjadi binatang!” Syekh Mushtafa as-Sibâ’i, Hâkadzâ Allamtanî al-Hayât, hal. 13.Semoga dengan pemaparan di atas, kita menjadi hamba Allah yang lebih berhati-hati dari perilaku kemaksiatan. Âmîn..Amien Nurhakim
JAKARTA - Ilmu dapat meninggikan seseorang pada derajat tertentu saat di dunia dan akhirat. Untuk itu Islam sangat menganjurkan umat Islam semangat hadir di majelis ilmu untuk menjadi orang yang berpengetahuan Ustadz Abdullah Firmanzah Hasan mengatakan seorang Muslim jika telah mengetahui suatu ilmu, perlu untuk mengingatnya agar tidak lupa. Namun, sebagai manusia biasa, lupa adalah wajar, terlebih jika dihadapkan pada kesibukan dan aktivitas sehari-hari yang seringkali mengalihkan hati dan pikiran untuk taat kepada Allah. "Salah satu hal yang dapat membuat seorang Muslim mudah kehilangan ilmunya adalah perbuatan maksiat," kata Ustaz Abdillah Firmanzah Hasan dalam bukunya "Ensiklopedi Amalan Nabi" Untuk itu Ustadz Firman menyarankan agar para pencari ilmu meninggalkan maksiat. Baik maksiat yang sifatnya besar maupun kecil, meninggalkannya adalah menjadi suatu hal yang diutamakan.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata,“Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau mengarahkanku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah karunia. Karunia Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat,” Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 84Apa yang disebutkan di atas dalam bait sya’ir menunjukkan bahwa maksiat itu menghalangi datangnya ilmu, termasuk dalam hal menghafal Al-Qur’ hati ketika berbuat maksiat adalah seperti disebutkan dalam ayat berikut ini,“Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka,” QS. Al-Muthaffifin 14.Walau memang istilah dalam ayat adalah untuk orang kafir. Karena ada tiga istilah yang menerangkan tentang hatiAr-rain, keadaan hati orang keadaan hati abrar wali Allah pertengahan.Al-ghain, keadaan hati muqarrabin wali Allah terdepan. Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 7 511 Namun keadaan hati yang bermaksiat tetap makin gelap seperti diterangkan pula dalam hadits Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali berbuat maksiat, maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya yang artinya, Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” HR. Tirmidzi, no. 3334; Ibnu Majah, no. 4244; Ibnu Hibban, 7 27; Ahmad 2 297. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa hadits ini hasan.
JAKARTA - Maksiat memiliki berbagai dampak yang buruk, tercela, serta membahayakan hati dan badan di dunia maupun di akhirat. Jumlah maksiat tidak diketahui secara pasti, kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, di antara dampak kemaksiatan yang dimaksud salah satunya menghalangi masuknya ilmu. Ilmu merupakan cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati, sedangkan maksiat merupakan pemadam cahaya tersebut. Ketika Imam asy-Syafii duduk sambil membacakan sesuatu di hadapan Imam Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat syaikh ini tercengang. Beliau pun berujar, "Sesungguhnya aku memandang Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah kamu memadamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat". Imam asy-Syafi'i berkata dalam syairnya, شكوت إلى وكيع سوء حفظي ، فأرشدني إلى ترك المعا صي وقال اعلم بأن العلم فضل ، وفضل الله لا يؤتاه عاص "Aku mengadu kepada Waki' tentang buruknya hafalanku. Dia menasehatiku agar aku tinggalkan kemaksiatan. Dia pun berkata 'Ketahuilah, sesungguhnya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat," Diwan asy-syafii, al-Fawa-idul Bahiyyah dan Syarh Tsulatsiyyatil Musnad.
hadits tentang maksiat kepada allah dapat menghalangi ilmu